Sabtu malam, 03 November 2018 merupakan
diskusi pertamaku bersama Aliansi Mahasiswa Reforma Agraria. Diskusi ini
berlangsung sekitar pukul 19.45 hingga 22.30 wib di kampus UIN Sunan Gunung
Djati Bandung tepatnya di Taman Kujang. Teman-teman di Aliansi Mahasiswa
Reforma Agraria biasa menyebut diskusi ini sebagai "Malam
Solidaritas".
Tema yang dibahas kali ini yaitu "Penderitaan Buruh
Migran". Judul artikel ini merupakan slogan yang selama ini diserukan oleh
para kaum buruh beserta aliansinya. "We Are Worker We Are Not Slave"
yang artinya "Kami Adalah Pekerja Kami Bukanlah Budak" adalah sebuah
slogan yang diserukan ketika para Kaum Buruh ini menghadapi Pemerintahan yang
Feodal dan orang-orang kapitalis yang selama ini selalu menindas, mengabaikan,
menganggap rendah, tidak berlaku adil, dan merampas hak-hak daripada Kaum Buruh
dan orang-orang proletar lainnya.
Namun, hal itu tidak sebanding dengan
perhatian dan keberpihakan yang diberikan pemerintah terhadap Buruh Migran ini.
Karena pada tanggal 29 Oktober lalu, lagi-lagi pemerintah kecolongan informasi
mengenai dieksekusinya salah seorang TKI asal Indramayu Jawa Barat, yang
bernama Tuti Tursilawati. Wanita 34 tahun ini dieksekusi atas tuduhan
pembunuhan terhadap ayah majikannya yang terjadi pada tanggal 11 Mei 2010
silam, padahal Tuti hanya mecoba untuk membela diri terhadap pelecehan seksual
yang dilakukan oleh ayah majikannya itu. Tuti juga sempat melarikan diri ke
kota Mekkah dan membawa perhiasan serta uang majikannya sebesar SR 31.500, dan
disana ia diperkosa oleh sembilan orang pemuda serta semua uangnya diambil oleh
pemuda tersebut. Selama depalan bulan Tuti bekerja disana, enam bulan gajinya
belum dibayarkan. Setelah itu Kepolisian Saudi menangkap sembilan pemuda
tersebut dan langsung menghukumnya sesuai dengan hukum yang berlaku. Delapan
tahun penahanan yang cukup lama, akhirnya tanpa adanya pemberitahuan kepada
Dubes RI di Arab Saudi, Tuti Tursilawati pun dieksekusi pada Senin, 29 Oktober
2018 lalu.
Fenomena yang terjadi kepada Kaum Buruh
saat ini merupakan akibat dari sistem feodalisme dan imperialisme. Dimana
orang-orang kelas menengah ke bawah selalu mendapatkan perlakuan tidak adil
dari orang-orang yang memiliki kekuasaan dan kapitalis. Upah buruh yang
dianggap rendah, perampasan hak-hak terhadap kaum buruh, dan kurangnya
perlindungan terhadap orang-orang kelas menengah ke bawah adalah contoh dari
permasalahan ini. Sering kali kita mendengar adanya berita Aksi Demo Buruh yang
menuntut pemerintah agar bisa memberikan keadilan, untuk mereka Kaum Buruh yang
selama ini menganggap telah berkontribusi besar untuk pemasukan negara.
Orang-orang kapitalis dan Tuan Tanah selalu mempekerjakan buruh dengan semena-mena,
mengeksploitasi tenaga dan memberi upah rendah, dan pemerintah dianggap kurang
perhatian dalam masalah ini. Pemerintah dinilai tidak bisa melindungi hak-hak,
dan memberi jaminan perlindungan yang kuat terhadap Kaum Buruh.
Masalah selanjutnya, pemerintah tidak
dapat menekan angka pengangguran di Indonesia. Kurangnya lapangan pekerjaan,
dan monopoli tanah menjadi penyebab hal ini terjadi. Minimnya lapangan
pekerjaan, membuat sebagian masyarakat merantau menjadi Tenaga Kerja Indonesia "TKI",
dan sebagian yang lain menganggur. Monopoli tanah menjadi penyebab hilangnya
mata pencaharian para petani, sehingga banyak petani yang tidak lagi memiliki
penghasilan. Di daerah Indramayu, Majalengka, dan Cirebon banyak warga-warganya
yang menjadi TKI. Mereka yang menjadi TKI karena sulitnya mendapat pekerjaan di
negeri sendiri, sehingga tidak ada jalan lain selain mengadu nasib di negeri
orang. Dan menjadikan Tenaga Kerja Indonesia menjadi penghasil devisa terbesar
negara Republik Indonesia ini.
Sungguh ironi dengan kejadian seperti
ini, Pemerintah Saudi yang dianggap kurang etis dalam mengambil keputusan ini,
karena tidak memberi notifikasi kepada Pemerintah RI sebelumnya. Ditambah
kurangnya peraturan undang-undang yang pro terhadap Buruh Migran, yang dapat
melindungi para Buruh Migran dari penindasan dan perampasan hak-haknya. Tapi
hal ini dapat dicegah, dapat diminimalisir apabila tersedianya lapangan
pekerjaan yang cukup di Indonesia. Sehingga tak perlu bagi warga Indonesia
untuk mengadu nasib di negeri orang. Selalu terdengar, selalu ada saja kabar
yang mengatakan bahwa Buruh Migran selalu ditindas, dilecehkan, disiksa, tak
dibayar upahnya, bahkan hak-haknya sebagai Buruh dirampas begitu saja oleh
orang-orang feodal kapitalis. Pemerintah menyebut Buruh Migran dengan
"Pahlawan Devisa", tapi makna itu hanya kembali sebagai Perbudakan
saja, iya perbudakan modern. Tuti Tursilawati merupakan salah satu contoh bahwa
seorang buruh tidak kurang dari seorang budak yang ditindas. Kematian Tuti merupakan
kelalaian pemerintah. Fokus pemerintah saat ini tidak memberi jawaban terhadap
apa yang dibutuhkan Kaum Buruh. Buruh adalah Pekerja tapi Buruh bukanlah
seorang Budak. HIDUP BURUH!!!✊
Tidak ada komentar:
Posting Komentar